Laman

Selasa, 12 Februari 2013

Semu





Untuk seseorang yang tak ingin ku sebut namanya lagi, aku  memilih memanggilnya dengan sebutan “semu”.
Dengan sendu, rindu membaca surat ini
          Semu ku, rindu jauh disini, mengenang rindu yang dulu mati,hari berganti, rindu tak lagi. Rindu tak dapat mengalahkan ,berubah menjadi semu. Semu hilang tak sisakan rindu.
        Rindu semakin semu, karena rindu yang lelah menanti semu yang menjadi semu.
        Melepaskan kerinduan semu sepertinya akan menjadi hal yang semu, tapi semu akan selalu semu”

                                                                        -Rindumu Semu-
Seorang rindu, memulai semua saat hujan turun dengan derasnya hari itu. Langkah semu menuntunnya untuk mengakhiri semua. Hari itu terasa sendu, dan rindu memulai menggenggam takdirnya sendiri, memulai pertahannannya, mencoba berlari tak melihat sesuatu yang semu lagi. Entah apakah memang ini takdir atau sekedar pilhan, semu maupun rindu, sepakat untuk mengakhirinya.
Bertahan adalah salah satu cara untuk tak memperlihatkan ke rindu an. Bertahan tak merindu, bertahan untuk tak mengenang bertahan untuk tak menagisi.
Tapi semuanya buyar, ketika semu tiba2 berbalik arah secepat kecepatan hati yang pura2 rindu. Membuyarkan pertahanan rindu. Tapi lagi lagi semu, dan semua hanya semu. Entah sebenarnya apa yang membuat semua kembali menjadi semu, seperti 2 detik yang lalu.
Muncul pertanyaan di benak rindu. “apakah semu merindu? Atau memang rindu yang semakin lama semakin semu?
Yang jelas, rindu akan melukiskan bagaimana kerja hati saat menyimpan semu, sehingga semu semakin jelas untuk dirindukan.
          Surat yang dibaca itu, entah siapa yg menulisnya, semu kah? rindu kah? atau tidak keduanya . itu semua tak penting bagiku, surat itu sungguh tak berarti apa2. Seperti 2 detik yang lalu. Kalu saja hati bisa dibolak balik seenak kemauan semu, atau kecepatan merasa nya dihilangkan, pastilah tak ada kata merindu. Kalaulah hari itu bukan ego yang menguasai semu, pastilah hati ini tak bekerja sebegitu kerasnya untuk mengenang rindu. Tapi itu hanya kalau. Pada kenyataannya egolah pemenangnya, lebih deras dari hujan hari itu, ego mengalir deras di celah hati dan menghancurkan semuanya. Entah dari mana datangnya ego, semu dan rindu sama2 tidak tau.
            2 detik dan kelipatannya berlalu, semu dan rindu sudah jelas berakhir karena makhluk yang bernama ego. Tapi keduanya sadar, bahwa semu ada di hati rindu dan sebaliknya. Kenangan yang dikemas oleh rindu, disimpan rapi sampai tak ada satu orang pun yang tau.
            Waktu terus mengalir mengalahkan aliran hujan yang bermuara di sudut peristiwa yang tak terduga. Semu terus melaju bergegas mengambil langkah baru, sedangkan rindu hilang entah kemana. Lebih dari kelipatan 2 detik, lebih lama dan lama lagi... seperti hujan yang terus mengalir, dan akhirnya bermuara kembali, semua akan bermuara ke tempat yang sama...
            Entah ini takdir atau kutukan, semua kenangan rindu yang dulu terkemas rapi, menjadi sumpah serapah yang mematikan , bermuara yang sama dan bertemu lagi.
            Di suatu waktu di tempat yang sama, “rindu, inilah semu, aku mengingat rindumu”
Sepenggal kalimat kutukan yang akan menghancurkan mereka untuk kedua kalinya. Tak lebih dari kelipatan 2 detik, hal itu benar.. pertemuan di muara waktu yang mengundang ego untuk menjadi bencana kedua kalinya. Kali ini rindu memilih untuk menghancurkan kenangan. Dan menuliskan jawabannya lewat surat balasan ini.

“Aku tak peduli siapa yang memulai, aku tak peduli seberapa bodoh aku ini, aku tetap merindu. Aku jelas tau semu hanya berpura pura rindu. Aku bukanya tak tau kalau semu tak bisa berubah jadi rindu. Aku hanya ingin menjadi diriku, yang tetap bernama “rindu” meskipun apa yang terjadi, karna aku tak mungkin menjadi dirimu yang semu atau berpuara2 jadi semu. Aku bukan hujan yang bisa mengalir kmana saja sesuka hati. Aku bukan ego yang secepat kelipatan 2 detik menghancurkan diriku sendiri “rindu”, aku hanya ingin menyimpan kenangan itu sendiri, meskipun itu jadi mantra yang mematikan untukku. Aku tau rindu tak mungkin mengubahmu. Tapi biar ini hancur untuk kedua kali dan biar hali yang memperbaiki dengan cara menyimpan semu, menjadikannya rindu lagi, meskipun semuanya  “semu”. “
                                                                  
                                                                             -Rindu tanpa Semu-

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Cari Blog Ini