Untuk seseorang yang tak ingin ku
sebut namanya lagi, aku memilih
memanggilnya dengan sebutan “semu”.
Dengan sendu, rindu membaca surat
ini
“ Semu
ku, rindu jauh disini, mengenang rindu yang dulu mati,hari berganti, rindu tak
lagi. Rindu tak dapat mengalahkan ,berubah menjadi semu. Semu hilang tak
sisakan rindu.
Rindu semakin semu, karena rindu yang lelah menanti semu yang
menjadi semu.
Melepaskan kerinduan semu sepertinya akan menjadi hal yang
semu, tapi semu akan selalu semu”
-Rindumu
Semu-
Seorang rindu, memulai semua saat
hujan turun dengan derasnya hari itu. Langkah semu menuntunnya untuk mengakhiri
semua. Hari itu terasa sendu, dan rindu memulai menggenggam takdirnya sendiri,
memulai pertahannannya, mencoba berlari tak melihat sesuatu yang semu lagi.
Entah apakah memang ini takdir atau sekedar pilhan, semu maupun rindu, sepakat
untuk mengakhirinya.
Bertahan adalah salah satu cara
untuk tak memperlihatkan ke rindu an. Bertahan tak merindu, bertahan untuk tak
mengenang bertahan untuk tak menagisi.
Tapi semuanya buyar, ketika semu
tiba2 berbalik arah secepat kecepatan hati yang pura2 rindu. Membuyarkan
pertahanan rindu. Tapi lagi lagi semu, dan semua hanya semu. Entah sebenarnya
apa yang membuat semua kembali menjadi semu, seperti 2 detik yang lalu.
Muncul pertanyaan di benak rindu.
“apakah semu merindu? Atau memang rindu yang semakin lama semakin semu?
Yang jelas, rindu akan melukiskan
bagaimana kerja hati saat menyimpan semu, sehingga semu semakin jelas untuk
dirindukan.
Surat yang dibaca itu, entah siapa yg
menulisnya, semu kah? rindu kah? atau tidak keduanya . itu semua tak penting
bagiku, surat itu sungguh tak berarti apa2. Seperti 2 detik yang lalu. Kalu
saja hati bisa dibolak balik seenak kemauan semu, atau kecepatan merasa nya
dihilangkan, pastilah tak ada kata merindu. Kalaulah hari itu bukan ego yang
menguasai semu, pastilah hati ini tak bekerja sebegitu kerasnya untuk mengenang
rindu. Tapi itu hanya kalau. Pada kenyataannya egolah pemenangnya, lebih deras
dari hujan hari itu, ego mengalir deras di celah hati dan menghancurkan
semuanya. Entah dari mana datangnya ego, semu dan rindu sama2 tidak tau.
2 detik dan
kelipatannya berlalu, semu dan rindu sudah jelas berakhir karena makhluk yang
bernama ego. Tapi keduanya sadar, bahwa semu ada di hati rindu dan sebaliknya. Kenangan
yang dikemas oleh rindu, disimpan rapi sampai tak ada satu orang pun yang tau.
Waktu terus
mengalir mengalahkan aliran hujan yang bermuara di sudut peristiwa yang tak
terduga. Semu terus melaju bergegas mengambil langkah baru, sedangkan rindu
hilang entah kemana. Lebih dari kelipatan 2 detik, lebih lama dan lama lagi...
seperti hujan yang terus mengalir, dan akhirnya bermuara kembali, semua akan
bermuara ke tempat yang sama...
Entah ini takdir
atau kutukan, semua kenangan rindu yang dulu terkemas rapi, menjadi sumpah
serapah yang mematikan , bermuara yang sama dan bertemu lagi.
Di suatu
waktu di tempat yang sama, “rindu, inilah semu, aku mengingat rindumu”
Sepenggal kalimat kutukan yang akan menghancurkan mereka
untuk kedua kalinya. Tak lebih dari kelipatan 2 detik, hal itu benar..
pertemuan di muara waktu yang mengundang ego untuk menjadi bencana kedua
kalinya. Kali ini rindu memilih untuk menghancurkan kenangan. Dan menuliskan
jawabannya lewat surat balasan ini.
“Aku
tak peduli siapa yang memulai, aku tak peduli seberapa bodoh aku ini, aku tetap
merindu. Aku jelas tau semu hanya berpura pura rindu. Aku bukanya tak tau kalau
semu tak bisa berubah jadi rindu. Aku hanya ingin menjadi diriku, yang tetap
bernama “rindu” meskipun apa yang terjadi, karna aku tak mungkin menjadi dirimu
yang semu atau berpuara2 jadi semu. Aku bukan hujan yang bisa mengalir kmana
saja sesuka hati. Aku bukan ego yang secepat kelipatan 2 detik menghancurkan
diriku sendiri “rindu”, aku hanya ingin menyimpan kenangan itu sendiri,
meskipun itu jadi mantra yang mematikan untukku. Aku tau rindu tak mungkin
mengubahmu. Tapi biar ini hancur untuk kedua kali dan biar hali yang memperbaiki
dengan cara menyimpan semu, menjadikannya rindu lagi, meskipun semuanya “semu”. “
-Rindu
tanpa Semu-